Minggu, 17 Januari 2010

Mencegah Osteoporosis

Setelah usia 30 tahunan mulai terjadi penurunan kepadatan tulang yang relatif sedikit namun terus berjalan sehingga pada usia sekitar 50 tahunan massa tulang berkurang sekitar 0,5%-1% per tahun.

Seorang penderita osteoporosis kadang-kadang menyadari penyakitnya setelah mengalami patah tulang tiba-tiba karena tekanan yang relatif ringan. Keadaan ini terjadi karena osteoporosis yang "alami" terjadinya perlahan-lahan, lambat namun pasti dan sering di dalam kedokteran disebut sebagai pencuri tulang yang tersembunyi, sedikit demi sedikit massa tulang diserap sehingga mengalami penurunan kepadatan massa tulang, terjadi kekeroposan tulang yang menjadi rapuh dan sangat rentan terhadap kecelakaan ringan ataupun yang tanpa suatu beban mengalami patah tulang spontan.

Kecepatan terjadinya osteoporosis, atau penurunan massa tulang, berbeda pada tiap individu, orang per orang, yang salah satunya bergantung pada kepadatan massa tulang yang bersangkutan. Massa tulang mulai meningkat sejak masa kanak-kanak terus bertambah kepadatannya sampai mencapai puncak kepadatan massa tulang pada usia sekitar 30 tahunan. Kepadatan massa tulang ini sangat berbeda dari tiap orang karena bergantung dari pola makan, khususnya makanan yang mengandung unsur kalsium di samping sinar matahari, melakukan kegiatan yang bersifat menggerakkan badan, di samping adanya faktor keturunan.

Setelah usia 30 tahunan mulai terjadi penurunan kepadatan tulang yang relatif sedikit namun terus berjalan sehingga pada usia sekitar 50 tahunan massa tulang berkurang sekitar 0,5-1% per tahun. Pada wanita yang memasuki masa menopause kecepatan ini bertambah menjadi sekitar 3% pertahun. Pada wanita yang telah mengalami masa menopause 5-10 tahun, penurunan lebih cepat lagi namun kemudian setelah itu penurunan berkurang, penurunan massa tulang sekitar 15-20% pascamenopause atau jumlah penurunan pada sepanjang hayatnya sekitar 40-50%.

Primer dan sekunder

Osteoporosis dibagi atas dua, primer dan sekunder. Golongan primer dibagi atas tiga jenis, yaitu osteoporosis pascamenopause yang lebih banyak ditandai dengan patah tulang belakang dan tulang lengan, osteoporosis yang mengenai daerah tulang rangka seperti pada tulang paha sebagai akibat dari penuaan yang menurunkan massa tulang, serta osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan terjadi pada usia pertengahan atau masa muda usia. Osteoporosis golongan sekunder disebabkan oleh penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien yang bersangkutan seperti penyakit gondok, diabetes serta penggunaan obat-obatan tertentu. Sedangkan pada wanita menopause, penyebab utama ditudingkan pada kekurangan atau penurunan hormon estrogen.

Faktor risiko terjadinya osteoporosis antara lain faktor genetik, nutirisi (rendahnya asupan kalsium, magnesium, dan fosfor, sering minum alkohol, kopi, mengonsumsi garam berlebih serta protein yang berlebih), gaya hidup (merokok, rendahnya aktivitas fisik), pengaruh pola hormon endokrin tertentu khususnya pada mereka yang memiliki berat badan berlebih, serta penggunaan obat-obatan tertentu(obat-obat antikejang, pengencer darah, kemoterapi, dll).

Gejala osteoporosis

Umumnya gejala atau proses osteoporosis berjalan perlahan-lahan, sama halnya seperti kejadian tekanan darah tinggi yang baru disadari ketika telah terjadi stroke atau kelumpuhan.

Keluhan-keluhan yang dirasakan awalnya nyeri-nyeri otot, gangguan pergerakan yang berjalan menahun dan biasanya dianggap sebagai penyakit rematik.

Bila telah terjadi patah tulang, apa lagi dalam usia lanjut di atas 50 atau 60 tahunan, pengobatannya teramat sedikit kemungkinan fungsi alat gerak dapat kembali seperti semula. Proses patah tulangnya sendiri mungkin dapat diperbaiki, namun fungsinya khususnya rasa nyeri dan gangguan gerak akan selalu mengganggu kehidupan yang bersangkutan.

Upaya pencegahan

Pencegahan yang utama dari tejadinya osteoporosis adalah mengoptimalkan upaya mencapai kepadatan massa tulang yang baik melalui nutrisi, olah raga dan menghilangkan atau menurunkan faktor-faktor risiko yang telah disebutkan di atas. Selain itu, perlu untuk melakukan pemeriksaan berkala mengenai kepadatan massa tulang.

Langkah-langkah untuk mencegahnya adalah: 1. Mengubah gaya hidup santai dengan aktivitas fisik. Olah raga sederhana, jalan kaki dengan sikap tegap, kedua lengan diayun, berkala 4-5 kali seminggu, cukup 30 menit, lebih baik bila membawa beban, agar kekuatan otot lebih cepat bertambah. Olah raga pun ada ketentuannya, jangan yang berlebihan takarannya. Sebab terlalu sering lelah karena olah raga memicu terjadinya osteoporosis, khususnya pada perempuan. Hal ini melalui terjadinya "tidak datang haid" untuk waktu yang lama, yang berdampak pada terjadinya osteoporosis.

2. Suplementasi kalsium. Hal ini perlu karena dalam pola makan biasa sehari-hari sangat sulit mengukur jumlah kalsium yang digunakan. Kalsium memang bisa didapat dari makanan seperti kacang hijau atau ikan, namun jumlah yang kita makan mungkin tidak mencukupi. Dianjurkan konsusmsi kalsium 500g/hari pada masa kanak-kanak, 1.000-1.300g/hari pada saat remaja/dewasa, dan 1.000 g saat usia manula. Pada usia lebih dari 50 tahun sekitar 1.200g/hari. Tentu saja fungsi ginjal harus baik, tidak terdapat batu ginjal misalnya. Penggunaan kalsium dalam tubuh dimetabolisme/diubah dengan melibatkan berbagai enzim dan hormon tertentu, di samping vitamin D3

3. Suplementasi vitamin D dibutuhkan sekitar 600 satuan internasional per hari. Lebih utama kalau vitamin diminum dari komponen susu, meminum susu yang sudah lengkap kandungan vitamin D dan kalsiumnya.

4. Protein. Dibutuhkan untuk mempertahankan dan membuka sel/jaringan tulang dan penunjang tulang.

5. Vitamin dan mineral, vitamin C, vitamin K, fosfor.

6. Sering berjemur di pagi hari.

7. Penggunaan obat-obatan untuk pencegahan baik kimiawi, hormon atau serupa aktivitas hormon yang banyak tersedia.

8. Berkala melakukan pemeriksaan kepadatan massa tulang, terutama sekali mereka yang memiliki faktor risiko seperti tersebut di atas. Pemeriksaan yang ideal melalui densitometer yang dapat menilai penurunan massa tulang di seluruh bagian tubuh, memiliki tingkat akurasi tinggi. Namun bila tidak memungkinkan dapat menggunakan densitometer khusus tulang tumit atau pemeriksaan ronsen atau pemeriksaan darah di laboratorium untuk menilai komponen kadar zat-zat pembentuk tulang dan kadar zat-zat yang menyerap tulang.

Sumber:
Prof. Dr. dr. Achmad Biben, Sp.O.G.,.K-FER/Guru Besar Tetap Fak. Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=82214
17 Januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar